Tim Van Damme Pakde Sulas

Me

Blog

Domblong (bagian 8, selesai)


Semua orang menjadi penasaran dan ingin tahu siapa orangnya yang telah tidak menyampaikan pesan yang sangat penting itu. Semua menatap tajam kepada Ibu Nunuk, ingin mengetahui jawabannya.

“Siapa Bu? “ tanya sang Boss.

“Saat itu kami, maksud saya , pimpinan saya dan saya bermaksud akan menemui bapak pimpinan di sini, tetapi bapak pimpinan tidak berada di tempat, akhirnya kami menemui sekretaris bapak yaitu Ibu Mamik untuk menyampaikan pesan itu untuk Bapak, bila alat-alat drum band itu harus diberangkatkan, berapapun yang ada, jadi bila belum lengkappun harus tetap dikirim” jelas Ibu Nunuk.

“Benarkah” Tanya sang Boss lagi.

“Benar Pak, bahkan kami juga menyerahkan list-nya”

Sang Boss hanya manggut-manggut saja, kemudian menelpon seseorang.

“Ibu Mamik, bisa ke ruang saya sebentar?” kata sang Boss pada seseorang disana. Rupanya sang Boss menelpon sekretarisnya. Semua yang hadir di sana kemudian duduk kembali, menunggu kehadiran sekretaris sang Boss.

…oooOOOooo…



Tak berapa lama kemudian orang yang ditunggu itupun datang. Tapi entah mengapa raut muka ibu sekretaris itu tampak pucat pasi, seperti sedang sakit.

“Selamat Siang” sapanya kepada semua yang hadir.

“Maaf, Bapak memanggil saya” lanjunya lagi.

“Silahkan duduk, Bu Mamik” kata sang Boss, mempersilahkan.

“Bu Mamik, kami yang hadir di sini sedang membahas mencari tahu penyebab tidak sampainya pesan dari client yang tidak sampai kepada bagian operasional. Dan Ibu Nunuk memberitahukan bila pesan itu telah disampaikan pada Ibu Mamik berikut list-nya, Benarkah demikian?” Tanya sang Boss pada Ibu Mamik.

Mendapat pertanyaan seperti itu seketika wajah Ibu Mamik semakit pucat, sepertinya dia mengalami ketakutan yang luar biasa.

“Benar Pak” jawab Ibu Mamik pelan.
“Lalu mengapa pesan itu tidak Bu Mamik sampaikan pada bagian operasional “ Tanya sang Boss lagi.

“Sebenarnya pesan itu ingin saya sampaikan pada Bapak langsung, tetapi karena sesuatu hal, akhirnya terlupa” jawab Ibu Mamik, menjawab dengan menunduk dan suara pelan sekali hampir tak terdengar.

“Kapan Bu Mamik ingat dengan pesan itu” Tanya sang Boss selanjutnya.

“Saya baru ingat ketika client menanyakan lagi, apakah barang yang dimaksud sudah dikirim dengan kapal pagi itu”

Sang Boss kemudian diam sebentar, sepertinya sedang berpikir.

“Terus kenapa pada hari itu Bu Mamik mengusulkan pada saya untuk memecat saudara Gendon” Tanya sang Boss, menyelidik.

“Sebenarnya usul saya saat itu hanya spontan saja Pak. karena yang bertanggung jawab pada stuffing container dry adalah saudara Gendon, maka saya mencoba memanfaatkan itu untuk menutupi kesalahan saya dengan menyalahkan dia.” Jawab Ibu Mamik pelan, hampir tidak terdengar.

“Apakah Bu Mamik menyadari akibat perbuatan sampean itu?” Tanya sang Boss lagi.

Ibu Mamik diam saja, tidak menjawab sepatah katapun.

“Sejujurnya saya hampir saja memecat saudara Gendon,karena saya memang sedang marah dengan dia, karena selama ini banyak laporan yang buruk tentang dia, ditambah lagi dengan kejadian yang fatal kemarin” aku sang Boss.

“Tetapi ternyata semua salah, apa yang dilaporkan kepada saya salah semua dan fitnah. Hampir juga saya membuat sebuah kesalahan yang fatal” lanjutnya, kemudian dia berhenti sebentar.

“Apakah sampean pernah berpikir, bagaimana nasib keluarga saudara Gendon jika dia dipecat dari tempat kerjanya, bagaimana bila saudara Gendon tidak segera mendapatkan pekerjaan baru.” sambungnya lagi.

“Saya tidak mengerti, kenapa saudara-saudara tega membuat fitnah sesama kawan sendiri. Apakah saudara –saudara tidak menyadari jika diperusahaan ini kita semua adalah senasib- sepenanggungan, jika kita bekerja baik maka perusahaan juga akan bertahan dalam persaingan, dan pada akhirnya kesejahteraan kita juga akan baik, bila sampean bersikap buruk maka perusahaan ini mungkin juga akan bangkrut, yang rugipun adalah kita semua” sang Boss masih menasehati yang hadir di pertemuan itu.

“Camkanlah nasehat saya” pinta sang Boss pada mereka yang hadir.

Setelah itu sang Boss berdiri kemudian menyalami Cak Gendon untuk meminta maaf, yang kemudian diikuti oleh yang lain. Yang paling tertekan adalah Ibu Mamik seperti tiada keberanian untuk memandang wajah Cak Gendon.

Selesai……