Suatu hari penulis memperhatikan di sebuah perempatan jalan raya di kota Surabaya, karena memang penulis tinggal di Surabaya he he he…
Setiap traffict light menyala merah tanpa dikomando sekumpulan anak-anak , baik anak perempuan dan anak laki-laki segera menyerbu para pemakai motor dan mobil untuk meminta derma. Mereka meminta derma pada para pemakai jalan ada yang dengan cara yang memelas sampai dengan cara yang menjengkelkan.
Begitulah setiap harinya, mereka melakukan itu tanpa menghiraukan teriknya matahari dan hempasan hujan. Sungguh itu adalah pemandangan yang sangat memilukan hati, dan itu sangat menggelitik hati pada penderma untuk membagikan dermanya.
Ketika pandangan diarahkan kesudut lain sekitar traffict light, tampak beberapa ibu-ibu da bapak-bapak yang sedang bersenda gurau sesama mereka. Pakaian mereka memanglah tidak perlente, tetapi cukup kumal, umur mereka ada yang sudah lanjut tetapi ada juga yang berusia produktif. Mereka bersenda gurau sambil makan dan minum, mereka memang tidak makan yang mewah, tetapi cukup mahal bagi orang kebanyakan. Bayangin saja mereka nasi padang, lauk daging sapi atau ayam , sedang yang mereka minum terlihat cocacola, sprite, fanta atau teh botol.( maaf, penulis katakan mahal karena memang tidak semua orang mampu setiap hari makan seperti yang mereka makan dan minum)
Setelah traffict light menyala hijau anak-anak itu semua kemudian berlarian menuju kearah ibu-ibu dan bapak-bapak yang bersenda gurau itu.
Ya. Ibu-ibu dan bapak bapak tadi adalah para induk semang para anak-anak jalanan tadi, anak-nak tadi kemudian menyerahkan hasil pemberian derma para pemakai jalan kepada para induk semangnya.
Para induk semang tadi tidak ubahnya seperti para pengembala dan anak-anak jalanan tadi adalah para gembalanya. Mereka melepas gembalaannya di habitatnya, bukan disawah, ladang atau di padang rumput tetapi di perempatan jalan.
dimana-mana sama ya pak, di jakarta juga seperti itu pak, masih banyak para anak jalanan berkeliaran, itu disebabkan karena faktor ekonomi dan kehidupan mereka, dalam hati aku sebenernya pengen punya asrama untuk anak jalanan, sehingga anak jalanan itu tidak lagi berkeliaran di jalan, melainkan di asrama. oya pak terimakasih ya pak udah di pajang link aku :D
ReplyDeleteWow pertama PakDe hadiahnya apa nich...?
ReplyDeletewow ternyata keduluan four dreams
ReplyDeletesalam sahabat
ReplyDeleteadouhn pakde saya jadi ingin ke surabaya lagi....kalau melikat anak jalanan sungguh miris sampai menangis pakde postingan ini sungguh membuat saya mendapatkan renungan tersendiri makasih ya pakde.good luck
Pakde di Jakarta juga, saya pernah melihat seorang gadis kecil di perempatan jalan jam sebelas malam, gerimis menunggu lampu merah dengan seorang bapak menunggui dari jauh sembari nonton tivi di warung kopi. Ampun pemrintah!
ReplyDeletesalam kenal ya brow...
ReplyDeleteblognya muanteb
minta dibawain golok tuh bapak ibu...!
ReplyDeleteAssalamu'alaikum pakde :)
ReplyDeleteMhn maaf bru sempat bW dan update blog.
Tamsil para gembala dan gembalaannya luar biasa pakde. Fenomena ini terjadi diseluruh metropolitan.
Menurut sya, ini bukan semata salah mereka melainkan jga karena tata kelola negara yg salah urus.
mungkin itulah gambaran kota sekarang... dibalik megahnya kota besar... terdapat sisi miris cerita anak jalanan.
ReplyDeletememilukan memang melihat pemandangan seperti itu, padahal anak seusia mereka seharusnya duduk nyaman di bangku sekolah. akan tetapi semua itu gak pernah dan mungkin belum pernah mereka rasakan sama sekali....
ReplyDeletekalau saja Pak de paparkan data anggaran untuk anak jalanan dinegeri ini...mmm:tambah puli saja.
ReplyDeleteanak-anak itu hanya dijadikan "sarana bisnis", kasihan mereka, entah bagaimana nasib masa depan mereka. :(
ReplyDeleteceritanya menarik sekali juragan,pengen baca berulang-ulang gan
ReplyDeleteterima kasih sudah share info gan :D