Tim Van Damme Pakde Sulas

Me

Blog

Di Tampar Malaikat

Pagi-pagi Cak Gendon sudah kelayapan ke Pasar Tembok, berdua dengan istrinya, Ning Jamilah. Mereka bukan akan berbelanja sayuran tetapi berbelanja beras, karena stok beras mereka sudah habis.

Mereka tidak perlu harus memilih-milih lagi merek beras, karena mereka sudah berlangganan merek tertentu. Beras itu sudah termasuk mahal pada lingkungan tempat tinggalnya. Mereka tidak bermaksud sok kaya, bila membeli beras yang agak mahal, karena mereka berprinsip “hidup ini harus dinikmati”. “Walaupun tidak selalu makan dengan lauk yang enak, selera makan akan selalu timbul jika nasinya enak”. Setelah membeli dua karung beras untuk stok satu bulan, Mereka langsung pulang.

Sampai di rumah beras langsung dibawa masuk rumah. Sewaktu Cak Gendon mengangkut beras, Yuk Riril istrinya Cak Nardi,tetangga Cak Gendon yang rumahnya persis didepannya sedang di teras rumah, sehingga dia tahu kalau Cak Gendon baru saja belanja beras. Yuk Riril hanya memandang saja, tetapi bibirnya mencep atau mencibir tetapi pandangannya di arahkan kea rah yang lain, pandangannya seperti ada “sesuatu”. Cak Gendon diam saja, mungkin perasaannya yang salah menduga.

Rupanya tingkah Yuk Riril diketahui oleh Ning Jamilah istri Cak Gendon.

“Yah, kenapa Yuk Riril tadi?” Tanya Ning Jamilah pada Cak Gendon.

“Ndak Tahu,Halah kenapa ngurusi orang” jawab Cak Gendon tenang.

“Ndak gitu Yah, kenapa dia pakai mencep segala, kayak orang menghina saja” kata Ning Jamilah agak gondok.

“Orang hidup bertetangga itu, jika ada orang yang bersikap seperti itu sudah biasa, Wis ora usah digatekne, nanti kalau ditanggapi nanti malah timbul pertengkaran” Cak Gendon menasehati istrinya.

“Ya, ndak gitu Yah, sepertinya dia menghina kita” kata Ning Jamilah masih masgul.

“Emang sampean punya hutang sama dia?” Tanya Cak Gendon pada istrinya.

“Ya, enggak Yah” jawab istrinya.

“Makanya abaikan saja sikap nya itu” nasehat Cak Gendon.

“Cak-Cak, hidup melarat saja , beli beras mahal” tiba tiba terdengar suara Yuk Riril agak keras dirumahnya, entah bicara dengan siapa.

“Siapa yang beli beras mahal?” terdengar suara Cak Nardi menyahuti Ning Riril. Rupanya Ning Riril tadi berbicara dengan suaminya.
“Itu tetanggamu” terdengar suara Yuk Riril yang berkata dengan ketus. Setelah itu tak terdengar suara lagi.

Cak Gendon dan istrinya diam saja mendengar sindiran tajam dari tetangganya itu.

“Sebagian dari manusia itu ‘ Susah melihat orang lain bahagia dan bahagia melihat orang lain susah” Cak Gendon menasehati istrinya.

“Jadi kita harus belajar ihlas, untuk menerima rejeki yang kita dapatkan dan belajar menutup telinga apa yang orang lain katakan tentang kita.

“Kalau ada orang lain yang mencap-mencep seperti tetangga kita itu bagaimana?” Tanya istri Cak Gendon, agak masgul.

“Biarkan saja, biar nanti mulut mereka ditampar malaikat he he he..” kata Cak Gendon sambil tertawa. Dan Ning Jamilah istri Cak gendon juga turut tesenyum.

Kemudian beras-beras tadi dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan beras.

5 comments :

  1. mestinya klo ngeliat tetangga yg bibirnya mencep gitu, dikasihkan berasnya sekarung, pasti langsung bertukar senyum hahahaha

    emang tuh, kebanyakan orang ya gitu, susah liat orang senang, senang liat orang susah, nasehat ini sudah tak asing lagi bagi saya, semoga kita tidak begitu ya pakde :)

    ReplyDelete
  2. hehehe,,mungkin karena iri Yuk Riril mencap kayak gtu..sepakat sama katanya Kak Niq, ksih aja beras sekarung pasti akan tertawa hahahaha

    ReplyDelete
  3. Salam Persahabatan...
    Berkunjung Mengucapkan Selamat Natal & Tahun Baru

    ReplyDelete
  4. sebelum ditampar malaikat
    tampar aja dulu pake karung
    haha

    ReplyDelete
  5. Judulnya provokatif ya mas. Tapi tidak ada malaikat yang bakal nampar mas.

    ReplyDelete