Tim Van Damme Pakde Sulas

Me

Blog

Sepertiga Malam Dengan Sepatu Sandal

Cak Gendon benar-benar merasa menjadi manusia termiskin didunia. Bagaimana tidak, lha wong apa-apa dia tidak punya, kemana-mana dia selalu nebeng orang. Beruntunglah Cak Gendon punya sahabat seperti Cak Pardi, karena dialah yang selama ini membatunya.

Walaupun begitu Cak Gendon orangnya sangat jujur, dia tidak mau pek-pinek barang punya orang lain. Dia juga tidak memilihh-milih pekerjaan, pekerjaan apa saja mau dan dikerjakannya asal halal.

Suatu saat Cak Gendon bertandang ke rumah Cak Pardi, untuk bersilaturahim, karena sudah lama dia tidak bertandang. Selain untuk bersilaturrahim dengan Cak Pardi, dia juga pengin curhat.

“Njanur Gunung Cak, sampean kesini” Cak Pardi berbasa basi, membuka pembicaraan.

“Iya Cak, selain untuk bersilaturrahim , aku juga ada keperluan lain” kata Cak Gendon.

“Sampean ngomong saja, kalau aku bisa bantu, InsyaAlloh nanti aku bantu” kata Cak Pardi.

“Begini loh Cak, aku merasa selama ini aku seperti menjadi orang yang penuh dengan sial” kata Cak Gendon.

“Jangan shu’udzon begitu, mungkin sampean memang lagi di uji sama Alloh” nasehat Cak Pardi.

“Coba sampean bayangkan sendiri Cak, semua pekerjaan aku tidak menolak, aku mengesampingkan ijazahku, yang penting halal. Tapi hasilnya apa Cak?, setiap melamar pekerjaan, selalu saja aku di tolak, alasannya macam-macam, yang kurang tinggilah, tidak sesuai dengan ijazahalah, pokoknya macam –macam alasannya.” Cak Gendon mengeluarkan uneg-unegnya.

“Yang sabar saja Cak, nanti Alloh pasti memberi jalan” nasehat Cak Pardi.

“Kurang sabar gimana Cak, aku benar-benar sudah bosan” kata Cak Gendon sepertinya sudah putus asa.

Waktu berjalan terus, tidak terasa waktu sudah malam, setelah panjang lebar Cak Gendon curhat pada Cak Pardi, akhirnya pamit undur diri. Cak Pardi menghantarnya hingga di pintu.

“Sampean langsung pulang tah Cak?” tanya Cak Pardi

“Aku ke makam Sunan Ampel dulu, mumpung malam Jum’at, untuk tadarus Al-Qur’an biar hatiku tenang” jawab Cak Gendon.
“Hati-hati loh Cak, hari sudah malam” nasehat Cak Pardi.

“Ya Cak” jawab Cak Gendon

“Aduh, yah…putus” tiba-tiba Cak Gendon berseru mengaduh.

“Ada apa Cak? Cak Pardi kaget, mendengar Cak Gendon mengaduh.

“Sandalku putus” terang Cak Gendon, seperti menyesalinya

“Kalau sampean mau, aku punya sepatu sandal yang lama tidak pernah aku pakai”

“Jangan repot-repot Cak? Jawab Cak gendon, dia merasa sungkan dengan tawaran Cak Pardi, karena sudah seringkali merepotkannya..

“Gak apa-apa Cak, sepatu sandal itu sudah tidak aku pakai lagi.” Kemudian Cak Pardi masuk lagi untuk mengambil sepatu sandalnya.

“Ini loh Cak sepatu sandalnya”kata Cak Pardi, kemudian menyerahkannya kepada Cak Gendon.

“Matur suwun Cak, sepurone loh Cak , aku selalu merepotkan sampean “ kata Cak Gendon, sambi menerima pemberian Cak Pardi, walaupun dia sebenarnya mereasa sungkan , karena sudah seringkali dirinya ditolong oleh Cak Pardi.

“Wis gak usah suwun-suwunan, kita ini kan sudah seperti saudara, sopo sing onok ngono wae lah Cak” kata Cak Pardi.

Cak Gendon sangat senang sekali dengan sepatu sandal pemberian Cak Pardi, karena seumur-umur Cak Gendon tidak pernah memakai sepatu sandal. Walapun bekas pakai tetapi sepatu sandalnya masih tampak kinyis-kinyis seperti baru dari toko saja.

“Kalau begitu aku pamit ya Cak? kata Cak Gendon pamit undur diri.

……………………………………………………………………………………………

Suasana komplek Masjid dan Makam Sunan Ampel sangat ramai oleh peziarah , bahkan sebagian besar para peziarah itu berasal dari luar kota Surabaya. Kebetulan pas malam jum’at , suasana makin ramai oleh pengunjung. Belum lagi suara tetabuhan rebana dan lagu lagu diba’ dari group diba’ melantunkan puji-pujian dan sholawat nabi.

Setelah melakukan sholat sunah Cak Gendon langsung menuju komplek makam Sunan Ampel. Disana suasanya juga sangat ramai oleh orang-orang yang tadarus Al-Qur’an. Cak Gendon kemudian mengambil tempat yang agak longgar.

Sepatu sandal pemberian Cak Pardi, diletakkan tepat di depannya, agar lebih mudah meraihnya apabila sudah selesai tadarus Al-Qur’an.
Hari sudah menjelang waktu shubuh, Cak Gendon berniat berhenti tadarus, untuk bersiap siap sholat shubuh. Betapa kagetnya ketika mengetahui sepatu sandal yang diletakkan didepannya tadi sudah tidak berada ditempatnya lagi. Dia celingak-clinguk ke kiri-dan ke kanan untuk mencari sepatu sandalnya, mungkin sepatu sandalnya tertendang orang sehingga pindah tempat. Tapi tidak juga ditemukannya juga.

Melihat Cak Gendon celingak-celinguk, orang yang ada didekatnya bertanya “ Ada apa Dik?”, Tanya orang itu.

“Sepatu sandal saya hilang Pak?” jawab Cak Gendon.

“Sampean taruh mana?” tanya orang iu lagi.

“Di depan saya ini Pak” jawab Cak Gendon sambil menunjuk tempatnya.

“Lain kali kalau bawa sandal atau sepatu, bungkus saja dengan tas palstik kemudian simpan dalam tas bawaan, agar tidak dicuri orang” nasehat orang itu.

“Loh, memangnya disini tidak aman Pak? Bukankah orang datang kesini niatnya untuk ibadah? Tanya Cak Gendon

“Siapa bilang orang yang datang kesini semuanya berniat beribadah, ada juga yang datang kesini berniat jahat, coba nanti sampean buktikan, nanti siang pasti banyak laporan kehilangan, karena barangnya di curi orang.” Jelas orang itu.

Setelah selesai sholat shubuh Cak Gendon tidak langsung pulang ke rumah, tapi dia ingin membuktikan ucapan orang tadi, sekaligus dia mencoba mencari sepatu sandalnya yang hilang tadi.

Ternyata benar ucapan orang tadi, setelah hari agak siang banyak orang yang melaporkan kehilangan ke kantor pengelola komplek Masjid dan Makam Sunan Ampel.

Akhinya Cak Gendon pulang kerumah dengan telanjang kaki alias nyeker, karena dia memang tidak mempunyai uang sepeserpun untuk beli sandal baru.

“Mungkin tidak ada orang yang lebih apes dari pada aku ini, baru merasakan punya sepatu sandal itu pun pemberian orang, … belum semalam ehh… sudah dicuri orang dasar aku ini orang yang selalu bernasib apes “ guman Cak Gendon dalam hati mengutuki dirinya yang selalu mendapat sial.