Tim Van Damme Pakde Sulas

Me

Blog

Senyum Ibu Lasijah

Terkisah seorang ibu yang bernama Ibu Lasijah. Kisah seorang ibu pada umumnya. Suami Ibu Lasijah adalah seorang pegawai negeri golongan I, tentu bisa dibayangkan seberapa kecil penghasilan suami ibu ini, sedang suami ibu tidak mempunyai penghasilan tambahan lain selain gaji yang didapat.

Ibu Lasijah mempunyai lima orang anak , semuanya laki-laki, banyak sekali?, maklum dulu tidak ada program keluarga berencana, dan orang masih berpaham " Banyak Anak Banyak Rejeki" jadi begitu dech.

Karena gaji suaminya yang kecil, Ibu Lasijah harus membanting tulang untuk membantu suaminya mencari nafkah guna menghidupi anaknya yang lima orang itu, tapi ibu itu tidak mempunyai keahlian khusus, maklum pendidikannya SD saja tidak tamat, bagaimana tamat, lha wong dia hanya sekolah sampai kelas tiga SD saja.

Berjualan nasi adalah bidang yang bisa diusahakan, karena hanya itu keahliannya, memang ibunya dulu juga berjualan nasi. Tapi ini beda kalau dulu ibunya Ibu Lasijah jualan di desa, kalau sekarang dia berjualan di kota besar seperti kota Surabaya ini.

Ibu Lasijah tidak berjulan nasi dengan membuka depot atau warung, mana mampu membuka depot, modalnya darimana? tapi dia hanya jualan nasi di depan rumahnya yang dipasang semacam tenda, kaya' orang yang lagi mengungsi, itu sudah cukup baginya. Dia tidak mempunyai keinginan yang muluk-muluk, asal dagangannya laku , sudah cukup baginya, berarti itu sudah bisa untuk memberi uang saku anak-anaknya untuk besok hari.

Hanya satu keinginan Ibu Lasijah " Anakku harus berpendidikan yang cukup, sehingga bisa mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak, tidak seperti orang tuanya".
Itulah tekad Ibu Lasijah, dia rela menderita dan sengsara demi untuk anak-anaknya, dia menginginkan kelak anak-anaknya menjadi orang yang berhasil.

Anak-anak Ibu Lasijah, walaupun semuanya laki-laki, semua anak-anaknya adalah anak yang penurut dan santun, mereka tidak banyak menuntut, mereka sangat memahami keadaan orang tuanya, mereka juga mau membantu orang tuanya untuk berjualan nasi, karena mereka memahami dengan berjualan nasi itulah yang menjadi sumber penghasilan orang tuanya, sehingga mereka tidak sampai telat atau nunggak membayar sekolah.

Satu persatu anak-anaknya menyelesaikan pendidikannya, dan satu persatu beban Ibu Lasijah berkurang, mereka yang sudah bekerja juga membantu membiayai adik-adiknya.
Akhirnya semua sudah menyelesaikan pendidikannya, beban juga semakin berkurang.

Lega dan bahagia rasanya hati Ibu Lasijah, melihat semua anak-anaknya sudah menyelesaikan sekolahnya dan mereka juga sudah bekerja, sehingga sudah tidak menjadi beben orang tuanya lagi.

Walaupun wajahnya sudah berkerut karena dimakan kesengsaraan hidup tapi senyum yang mengembang masih tampak kelihatan. Keinginannya sekarang adalah melihat anak-anaknya berumah tangga, dan bisa menimang cucu sebelum dia pergi untuk selamanya, karena dia merasa tubuhnya sudah mulai ringkih dan sakit-sakitan, karena dimakan usia.

Tentu masih banyak Ibu Lasijah yang lain, yang berjuang menghidupi dan mendidik anak-anaknya, agar anak-anaknya kelak menjadi orang yang berhasil.


4 comments :

  1. wahai para anak (termasuk kami) hormatilah orangtuamu, lihatlah pengorbanan mereka demi kebahagiaan anak2nya, terima kasih pakde atas sharingnya

    ReplyDelete
  2. @JOLA76, terima kasih telah sudi mampir

    ReplyDelete
  3. wah bener2 penuh inspirasi,,,

    ane jd malu sendiri kalo membaca kisah td, sebegitu semangatnya walaupun sudah tua, sedangkan yang muda kok malah foya-foya, bagaimana nasib indonesia kedepan...

    makasih pakde...

    ReplyDelete
  4. @ mercon: terimakasih telah sudi berkunjung dan berkomentar

    ReplyDelete