Hiduplah sebuah keluarga yang sangat-sangat sederhana kalau tidak mau disebuat miskin. Keluarga ini terdiri dari sepasang suami – istri dan lima orang anaknya. Mereka tinggal di sudut kampung kumuh diantara gedung-gedung tinggi di sebuah kota besar.
Sang suami bekerja sebagai karyawan pada sebuah instansi dengan golongan yang paling rendah, sehingga tentulah gajinya sangat sedikit bila dibandingkan dengan kebutuhan keluarga yang harus di penuhinya. Karena waktu kerja sang suami yang dimulai pagi hari sedang pulangnya hari sudah senja, tentulah sang suami itu tidak pernah mendapat “obyekkan”.
Beruntunglah sang suami itu karena mempunyai seorang istri seperti Emak Welas. Walaupun pendapatan suaminya tidaklah dapat mencukupi keluarganya Emak Welas tidak pernah mengeluh, baik itu curhat pada suami atau pada anak-anaknya, apalagi sampai curhat pada orang lain.
Untuk menutupi kekurangan pendapatan suaminya, Emak Welas berjualan kecil-kecilan berupa warung makanan. Walaupun hasilnya tidaklah besar tapi cukup untuk “menyambung hidup”.
Emak Welas selalu makan setelah anggota keluarga yang lain selesai makan, utamanya bila setelah kelima anaknya sudah selesai makan. Emak Welas tidak pernah sekalipun makan sebelum anak-anaknya makan. Itupun Emak Welas hanya makan sisa-sianya saja.
Emak Welas tidak pernah sekalipun makan berlauk ikan , ayam atapun daging, padahal sesekali bila mendapat rejeki Emak Welas juga memasak lauk ikan, ayam atau daging bukan karena vegetarian, Emak Welas tentu mempunyai alasan tersendiri mengapa dia tidak pernah makan berlauk ikan ataupun daging. Kalaupun dia mau makan lauk daging ayam, yang dimakan hanya kepalanya saja.
Ketika anak sulungnyaa sudah beranjak dewasa. Sang anak mulai menyadari apa yang dilakukan emaknya tidak wajar, tidak seperti yang dilakukan para ibu lainnya , baik ibu kawan-kawannya, ataupun para tetangganya.
“Mak, mengapa Emak tidak pernah makan bersama-sama kami?” Tanya anak sulungnya.
“Tidak mengapa anakku, Emak belakangan saja” jawab sang Emak
“Jujurlah Mak” kata sulungnya lagi.
“Benar Nak, tidak apa-apa kok” jawab Emak lagi.
“Mak, mengapa Emak tidak pernah makan lauk, seperti kami padahal lauk itu emak sendiri yang memasaknya?” Tanya sulungnya, seperinya dia penasaran dengan emaknya.
“ Nak, Emak sudah sangat bahagia jika melihat semua anak-anak sudah makan dan kenyang, biarlah Emak makan sisa –sisa kalian, Emak melakukan ini ihlas kok” Kata Emak Welas dengan tersenyum.
“Tapi mengapa Mak” rupanya jawaban emaknya belum mengurangi penasarannya.
“Anakku, bila Emak menjelaskan kepadamu mungkin kamu belum bisa mengerti, karena kamu belum dewasa. Bila kamu sudah dewasa ,kamu nanti akan mengerti” kata Emak Welas.
Sang sulung akhirnya tidak bertanya lagi, dia meneruskan makannya. Sedang Emak Welas pergi kedapur entah mengerjakan apa.
- Me
- Labels
- Blog
- Popular Posts
sebuah contoh dari seorang sosok ibu yg teladan, bagaimana jika sosok emak welas ini di aplikasikan dan di terapkan pada sosok pemimipin kita, biarpun di gaji belakang yg penting rakyatnya dulu setidaknya bsa cukup untuk makan.... tapi susah nyarinya !!
ReplyDeleteKasih ibu sepanjang masa ya pakde :)
ReplyDeleteAlmarhumah Ibuku kayak emak welas juga.. Suka enggak mau makan kalau anak-anaknya belum makan.. Jadi inget ibu jadi seddih..
ReplyDeletenek jaman sekarang
ReplyDeleteibue makan makan di resto
anaknya makan sama pembantu
Iya cinta tak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan. Mak Welas yg amat welas asih...
ReplyDeleteSi Emak ini sayangnya terhadap anak tiada duanya.
ReplyDeleteMakan pun dia belakangan biar anaknya dulu yang makan.
Si Emak sangat takut kalau nasi dan lauknya nanti habis sebelum anak-anaknya makan semuanya.
Tak heran bila si emak menolak makan bersama apalagi mengambil lauk pauknya terlebih dahulu.
Semuanya demi anak-anaknya.
Tidak manusia saja yang berbuat demikian, namun hewan juga ada yang bertingkah laku seperti emak ini.
ikuut berkomentar ya pak.....
ReplyDelete